Alhamdulillah, Ramadhan tahun ini sudah memasuki minggu ke dua. Seperti biasa, mewarnai bulan suci yang (lagi-lagi) tidak bersamaan mulainya ini, media cetak dan elektronik berlomba-lomba untuk mengulas segala sesuatu tentang bulan Ramadhan. Mulai dari ulasan dari sisi religi seperti kefadholan bulan Ramadhan, ibadah-ibadah yang dilakukan selama Ramadhan, jadwal imsakiyah, hingga ulasan gaya hidup di Bulan Ramadhan seperti gaya berbusana, tren jilbab terbaru, tempat ngabuburit favorit, dan sebagainya. Pokoknya, semua aspek dan segi kehidupan menjadi bernuansa Ramadhan. Maklum saja, Ramadhan adalah bulan suci yang penuh berkah dan ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Islam di Dunia.
Fenomena “Ramadhanisasi” di setiap aspek kehidupan ini tentu saja tidak terjadi begitu saja. Namun, ada serangkaian kejadian yang mengawali. Kejadian berupa kegiatan-kegiatan dan banjir informasi untuk menumbuhkan suasana Ramadhan ini saya sebut (kalo boleh) sebagai “pengkondisian menyambut Ramadhan” (Ramadhan Conditioning). Conditioning ini tidak hanya dilakukan saat memasuki Ramadhan, tetapi sejak 1-2 bulan sebelum itu. Contohnya adalah program-program TV yang menawarkan content Islami dan bernuansa Ramadhan. Juga diikuti dengan iklan-iklan produk yang memberi diskon Ramadhan, hingga ucapan “Marhaban Ya Ramadhan” yang disampaikan oleh para politikus yang berharap dapat terpilih menjadi anggota dewan. Dengan semua usaha conditioning ini, diharapkan terbentuk suasana yang sesuai, sehingga masyarakat benar-benar siap dalam menyambut dan meraih berkah Ramadhan. Tentu, hal ini sangat menguntungkan bagi Umat Islam, karena dengan suasana yang “sangat Ramadhan”, diharapkan akan mempermudah kita dalam melaksanakan ibadah di bulan penuh berkah ini.
Fenomena conditioning di era informasi ini tentu saja berbeda dengan era 70-80an. Pada era “jadul” itu, TV dan internet masih belum merajai. Jadi, conditioning menjadi relatif “terbatas”, dengan masjid menjadi centernya. Tanpa mengecilkan peran media pada saat itu, Arus informasi dan segala aktifitas untuk menyambut Ramadhan praktis bermula dari Majelis Taklim dan Pengajian di Masjid-masjid, lalu menyebar mulut ke mulut. Kadang, conditioning saaat itu juga dibantu dengan pengaruh budaya-budaya lokal, seperti budaya nyekar dan membuat apem menjelang Ramadhan.
Di Era informasi seperti sekarang, tentu condioning dapat dilaksanakan dengan lebih heboh dan massive. Media cetak, media elektronik, dan juga media online berlomba-lomba membombardir masyarakat dengan ulasan-ulasan seputar Ramadhan. Iklan-iklan produk bernuansa Islam pun tak mau kalah dalam melakukan conditioning. Masyarakat pun makin terkondisikan untuk menyambut dan meraih berkah Ramadhan.
Nah, yang perlu menjadi pemikiran dalam conditioning zaman sekarang adalah makna “berkah Ramadhan”. Produsen-produsen produk terkenal menerjemahkan “Ramadhan bulan penuh berkah” dengan banyak menawarkan model terbaru produknya yang membuat para Shopaholic meneteskan air liur. Di berbagai media catka maupun elektronik, tak jarang juga kita melihat iklan produk yang menawarkan paket Ramadhan. Perang diskon pun digelar. Mulai baju, sepatu, tas, celana dalam (tidak termasuk isinya), semua didiskon besar-besaran. Tak terkecuali juga jam kerja pegawai yang juga didiskon :) . Tampaknya, hanya harga cabai, bawang dan daging yang terus meroket. Provider-provider komunikasi juga tidak mau kalah. Mereka menterjemahkan berkah Ramadhan, dengan bonus pulsa, bonus bicara, dan bonus internet. Setidaknya seperti yang terlihat dari iklan salah satu provider yang membawa jargon “bulan seribu berkah”.
The point is, seolah-olah ada pergeseran makna berkah Ramadhan menjadi “hanya” berkah duniawi. Jika tidak berhati-hati, masyarakat pun dapat “terjebak” dengan hanya mengejar berkah duniawi tsb, dan merasa menyesal ketika belum sempat mendapatkan berkah duniawi tersebut, ketika Ramadhan telah lewat.
Rekan-rekan sekalian, Nabi bersabda dalam hadis yang diriwayatkan Bukhori “Barang siapa yang berpuasa (Ramadhan) karena iman dan mencari pahala, maka telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. Dalam hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Bukhori disebutkan “Barang siapa yang berdiri (sholat Tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka telah diampuni dosa-dosannya yang telah lalu”. Dari 2 hadist tersebut, jelas bahwa bulan Ramadhan mempunyai beberapa kefadholan. Beberapa diantaranya adalah ampunan dari alloh, seperti yang ditenagkan dalam hadis di atas, serta dilipatkannya semua amalan baik maupun amal jelek yang kita lakukan.
Inilah sebenarnya berkah Ramadhan yang sejati, yaitu berkah yang akan menjadi bekal berharga kita saat menghadap Alloh nanti. Karena, senikmat-nikmatnya “:berkah duniawi”, tidak ada artinya jika kita melewatkan “berkah akhirat” di bulan suci ini. Jadi, di “bulan seribu berkah”, yang seharusnya kita lakukan adalah mempersungguh puasa dan ibadah kita. Kita perbanyak sholat dan berdoa di 1/3 malam yang akhir, tidak malah memperbanyak nonton acara sahur televisi dan mengikuti kuis-kuis yang ada. Kita tingkatkan infak dan shodaqoh kita, tidak malah mengumbar uang untuk belanja yang sebenarnya tidak perlu, hanya karena ada diskon. Kita biasakan membaca Al-Quran, tidak malah jalan-jalan di Mall, dalam mengisi waktu menjelang berbuka. Kita persungguh Iktikaf kita di 10 malam terakhir Ramadhan, mengalahkan hasrat untuk menghabiskan waktu dengan mengunjungi “late night shopping”. :) Setuju?
Semoga di bulan Ramadhan ini, kita benar-benar dapat meningatkan ibadah kita, sehingga memperoleh ampunan dan pahala yang sangat besar disisi Alloh. Amin. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar